TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengungkapkan bahwa tak semua hotel tertarik menjadi tempat karantina mandiri pasien Covid-19 tanpa gejala dan gejala ringan. Menurut dia, ada sejumlah hotel yang sudah masuk daftar calon tempat isolasi, namun pengelolanya mengundurkan diri lantaran pelbagai pertimbangan.
“Ada yang mundur karena masalah branding. Masing-masing hotel punya tamu dengan karakteristik yang berbeda,” ujar Maulana saat dihubungi pada Ahad, 20 September 2020.
Maulana mengatakan pengelola khawatir marketnya akan terimbas setelah akomodasi milik mereka menjadi pusat isolasi pasien yang tertular virus corona. Di samping itu, ada pula beberapa hotel yang tidak ingin langsung mengosongkan kamarnya lantaran masih terdapat tamu menginap.
Adapun masalah lain yang menjadi pertimbangan ialah rendahnya pembayaran sewa kamar hotel oleh pemerintah. Maulana tak menyebutkan pasti presentase harga sewa hotel untuk karantina dari patokan harga pasar.
Selain itu, pengelola hotel juga mengeluhkan persyaratan yang terlalu banyak. Maulana menyebut hotel-hotel yang sudah masuk daftar calon tempat karantina belum memperoleh kepastian menerima tamu lantaran kedudukannya hanya sebagai cadangan rumah sakit darurat corona limpahan Wisma Atlet. “Kami hanya sebagai standby akomodasi jika Wisma Atlet terjadi overload. Ini adalah harapan yang bias karena belum tentu juga diambil (oleh pemerintah),” ucapnya.
Menurut Maulana, PHRI tidak secara khusus mendorong anggotanya untuk bekerja sama dengan pemerintah menyediakan ruang isolasi mandiri. Seumpama ada pengelola hotel yang tertarik, PHRI hanya menampung pendaftaran dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Setelah itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan menyorongan nama-nama calon hotel tempat karantina yang sudah diseleksi kepada Kementerian Kesehatan. Nantinya Kementerian Kesehatan bakal menetapkan hotel-hotel karantina itu.